Kembali

3 menit waktu baca

Cerita Legenda dan Dongeng Anak: ‘Malin Kundang’ yang Durhaka

By ID LingoAce Team |Indonesia |May 16, 2023

Trending
blog-images

Kisah seorang anak bernama Malin Kundang adalah salah satu legenda asal Indonesia yang sudah sangat terkenal dan diceritakan secara turun-menurun. Tentunya, parents mungkin juga sudah tahu dan pernah dengar kisah ini sebelumnya. Kisah Malin Kundang berasal dari provinsi Sumatra Barat dan menceritakan tentang anak laki-laki yang durhaka pada ibunya sendiri, ia dengan sengaja menyakiti hati ibunya, sehingga Malin Kundang mendapatkan hukuman yang sangat berat sepanjang hidupnya.

Yuk, baca lagi kisah Malin Kundang dan ceritakan pada si kecil agar kalian bisa mengajarkan nilai-nilai baik pada mereka dengan cara yang menyenangkan!

Selamat membaca!

Pada suatu hari, ada seorang janda bernama Mande Rubayah yang tinggal hanya bersama anak laki-lakinya di sebuah perkampungan Nelayan Pantai Air Manis di Padang. Ia sangat menyayangi anaknya dan merawatnya dengan sepenuh hati. Nama anak laki-laki yang sangat ia sayangi ini adalah Malin Kundang. Mande Rubayah sangat memanjakan Malin Kundang, sehingga ia tumbuh besar menjadi seorang anak yang rajin dan penurut—ia juga sangat menyayangi ibunya.

Saat Mande Rubayah semakin berumur, ia hanya bisa bekerja sebagai penjual kue untuk memenuhi segala kebutuhan di rumah. Mande Rubayah tetap berusaha keras agar kuenya laris, ia tetap ingin yang terbaik untuk anak kesayangannya ini. Namun, cobaan keluarga mereka tidak berhenti di sana. Suatu hari, Malin Kundang jatuh sakit yang cukup parah. Ia hampir meninggal, tapi untungnya sang ibu masih berhasil menyelamatkannya.

Saat Malin Kundang tumbuh dewasa, ia memohon pada ibunya agar ia diperbolehkan merantau dan mencari pekerjaan di tanah lain agar ia bisa mengubah nasibnya dan ibunya menjadi lebih baik. Mande Rubayah melarang Malin Kundang pergi karena ia takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada anaknya saat ia jauh di sana dan ia tidak bisa membantunya.

“Ibu, tenang saja, ya, Aku akan baik-baik saja,” ucap Malin Kundang mencoba menenangkan ibunya. Malin Kundang merasa hanya inilah kesempatannya agar ia bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik. Akhirnya, Mande Rubayah pun mengizinkan anak tunggalnya ini pergi. Tentunya, dengan hati yang berat. Namun, Mande Rubayah meminta pada Malin Kundang agar ia cepat kembali dan berkumpul bersamanya.

Sebelum pergi, Malin Kundang dibekali ibunya nasi berbungkus pisang sebanyak tujuh porsi. Mereka pun berpelukkan dan berpisah di dermaga. Saat Malin Kundang pergi, Mande Rubayah meneteskan air mata, karena ia tahu ia akan sangat merindukan keberadaan anaknya.

Hari demi hari berganti. Mande Rubayah tidak pernah lupa untuk mendoakan keselamatan dan kebahagiaan anaknya yang sedang jauh. Sering kali, ia pergi keluar dan menatap lautan serta langit, “Apakah, kamu sudah sampai tujuanmu, Nak?” Tanya Mande Rubayah dalam hati. Ia tidak tahu pasti di mana anaknya sekarang dan sedang melakukan apa. Kecemasan dan kekhawatiran selalu menghantui pagi dan malam Mande Rubayah.

Tiap malam sebelum ia tidur, ia selalu mengharapkan anaknya cepat kembali. Tiap malam, Mande Rubayah berharap Malin Kundang pulang saat ia membuka mata. Namun, tiap pagi juga harapannya menjadi sirna.

Beberapa waktu kemudian, ada kapal yang datang pulang. Mande Rubayah sangatlah senang dan mencari anaknya tapi ia tidak menemukan Malin Kundang di antara banyak awak kapal itu. Ia pun bertanya-tanya pada mereka apakah mereka melihat Malin Kundang atau bahkan hanya sekadar tahu di mana ia berada. Jawaban yang Mande Rubayah terima selalu sama, tidak ada yang tahu di mana Malin Kundang berada.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Entah sudah berapa tahun sang ibu menunggu kepulangan anaknya yang tidak pasti ini. Mande Rubayah masih tetap berdoa tiap harinya agar sang anak kembali pulang ke pelukannya.

Mande Rubayah sudah semakin tua. Cara jalannya sudah berubah; tubuhnya bungkuk dan menjadi semakin lemah. Namun, tiba-tiba ada sebuah kabar bahwa Malin Kundang sudah menikah dengan seorang putri bangsawan di kota. Tentunya, ia merasa sangat senang di dalam hatinya, ia yakin Malin Kundang akan pulang dan memperkenalkan istrinya pada ibu yang ia sayangi ini.

Tidak lama kemudian, ada sebuah kapal besar yang datang menuju ke pantai. Kapal ini sangatlah besar, tidak ada kapal yang lebih besar yang pernah berlabuh di pantai ini sebelumnya. Semua orang penduduk desa pun berkumpul untuk melihat. Para penduduk desa berpikir kapal itu adalah milik seorang sultan atau pengeran. Mereka semua sudah siap untuk menyambut siapa pun yang ada di kapal itu dengan gembira.

Ketika kapal itu sampai, terlihat sepasang anak muda yang berdiri di anjungan. Pakaian mereka terlihat sangat indah dan mewah. Wajah mereka dihiasi senyum yang bahagia. Para penduduk desa pun bersorak untuk menyambut mereka. Ternyata, kedua sepasang itu adalah Malin Kundang dan istrinya.

Hati Mande Rubayah sangat senang. Kerinduan yang ia rasakan selama ini akhirnya terbayar. Ia pun berlari menghampiri Malin Kundang saat ia turun dari kapal. “Malin, anakku! Mengapa kamu pergi lama sekali tanpa kabar?” Kata Mande Rubayah sambil menangis terharu.

Malin Kundang terkejut karena ia tiba-tiba dipeluk oleh perempuan tua renta yang berpakaian jelek dan kumuh. Malin Kundang tidak percaya bahwa perempuan itu adalah ibunya. Istri Malin Kundang pun juga terkejut dan berkata, “Wanita jelek dan tua ini ibumu? Tidak mungkin,” ucap istri Malin Kundang merendahkan sambil meludah pada Mande Rubayah.

“Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak! Mengapa kau jadi seperti ini Nak?!” Malin Kundang tidak memerdulikan perkataan ibunya. Dia tidak akan mengakui ibunya. la malu kepada istrinya.

Perempuan tua itu terkapar di pasir, menangis, dan sakit hati. Orang-orang yang meilhatnya ikut terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar, pantai sudah sepi.

Saat Mande Rubayah terbangun, ia melihat kapal Malin Kundang sudah jauh pergi, ia benar-benar tidak percaya anaknya berubah menjadi durhaka dan melupakan dirinya. Mande Rubayah pun menangis dan menadahkan tangannya ke atas seraya berdoa pada Tuhan, “Ya, Tuhan, kalau memang dia bukan anakku, aku maafkan perbuatanny. Tapi kalau memang dia benar anakku yang bernama Malin Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!” ucapnya pilu sambil menangis. Tak lama kemudian cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya.

Tiba-tiba datanglah badai besar, menghantam kapal Malin Kundang yang dilanjutkan sambaran petir yang menggelegar. Saat itu juga kapal besar dan mewah itu hancur berkeping-keping. Kemudian terbawa ombak hingga ke pantai.

Esoknya saat matahari pagi muncul di ufuk timur, badai telah reda. Di pinggir pantai terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang! Tampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Itulah tubuh Malin Kundang, anak durhaka yang dikutuk ibunya menjadi batu. Di sela-sela batu itu berenang-renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tengiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.

Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini adalah kita harus selalu menyayangi orang tua kita dan menunjukkan rasa hormat pada mereka. Jangan sekali-kali kita menyakiti orang tua yang sudah merawat kita dari kecil ini.

Dengan menceritakan kisah seperti ini, mengajarkan kompas moral yang baik pada anak bisa menjadi lebih mudah, bukan? Selain itu, jika kalian membacakan ini menggunakan bahasa asing, mereka bisa lebih cepat menangkap pelajaran bahasanya juga, lho!

Cara belajar seperti ini sudah diimplementasikan oleh LingoAce, lho, sebuah platform e-learning bahasa asing untuk anak-anak. Bersama LingoAce, anak-anak bisa mempelajari bahasa Mandarin dan bahasa Inggris dengan cara yang sangat menyenangkan seperti melalui cerita, game, dan aktivitas interaktif lainnya. Selain itu, semua guru yang mengajar di LingoAce adalah guru native speaker yang sudah memiliki banyak pengalaman mengajar sebelumnya, sehingga si kecil bisa mempelajari pronounciation dengan tepat.

Yuk, lihat seperti apa keseruan kelas bahasa Mandarin LingoAce melalui kelas free trial-nya. Daftar sekarang di sini dan follow Instagram LingoAce Indonesia di @lingoace.id untuk melihat keseruan lainnya!

All members of the team have a background in linguistic education, strong bilingual abilities, and at least two years of international experience. They have a good understanding of the living environment and language environment overseas, focusing on the language learning experience for children aged 3-15. They continue to introduce Chinese culture to children across the globe, and are the best storytellers in LingoAce, helping to facilitate language learning for parents overseas.​